Bulan Ramadan dan Pesepakbola Muslim di Piala Dunia

Medan - Bulan Ramadan segera tiba. Umat Islam sedunia pun bakal berupaya mengisi bulan suci tersebut dengan kian giat beribadah, di antaranya yang utama berpuasa. Lalu bagaimana dengan para pesepakbola Muslim yang sedang bertarung di Piala Dunia?

Setelah putaran grup yang menghadirkan banyak kejutan, Piala Dunia di Brasil mulai memasuki fase gugur yang sangat mungkin bakal bertambah sengit saja. Ini tentu membuat para pemain dituntut memeras keringat lebih keras. Nah, di saat yang sama bulan Ramadan akan segera tiba, dengan salah satu aktivitas yang lazim dijalani adalah berpuasa--menahan hawa nafsu, termasuk makan dan minum, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari disertai niat.

Laman situs The National menyebut bahwa kali terakhir bulan Ramadan hadir bersamaan dengan Piala Dunia adalah pada tahun 1986 lalu, di mana berpartisipasi tiga tim dengan nuansa Islami yang kental: Irak, Aljazair, dan Maroko. Empat tahun sebelumnya, di Spanyol, Ramadan juga ikut mewarnai Piala Dunia dengan Aljazair dan debutan Kuwait ikut meramaikan. Maka dapat dikatakan Piala Dunia di Brasil tahun 2014 ini cukup istimewa.

Pertanyaan klasik yang senantiasa ditanyakan terkait perhelatan ajang olahraga megah semacam Piala Dunia dan bulan Ramadan, adalah apakah atlet yang berpartisipasi masih wajib atau perlu berpuasa, dan jika demikian apa efeknya untuk mereka nanti--apalagi di Brasil yang menurut sejumlah pemain memiliki hawa panas ala negara tropis.

Islam sendiri sejatinya memberikan kelonggaran tertentu untuk aspek berpuasa ini, kendatipun perdebatan tetap langgeng. Apapun itu, FIFA juga telah melakukan sejumlah studi mengenai efek berpuasa sebelum Piala Dunia bergulir.

"Kami telah membuat studi penting dengan dokter dari Federasi Sepakbola Aljazair, dan hasilnya amat sangat positif," kata Dr. Michel D'Hooghe, chairman dari komite medis FIFA sekaligus anggota Exco-nya.

"Jika Anda melakukannya dengan cerdas, Anda bisa beradaptasi dengan sempurna. Sebelum matahari terbit, mereka (pemain) mereka bisa melakuan hidrasi dengan cukup untuk melewati sepanjang hari," lanjutnya di New York Times.

Pun demikian, yang merasakan langsung tentu pemain itu sendiri. Dari sudut pandang itupun perdebatan muncul di antara para pemain.

"Itu merupakan bahasan yang sensitif," kata Didier Deschamps selaku pelatih Prancis yang dihuni pemain-pemain multiras sekaligus juga penganut agama Islam. "Tak ada yang dapat saya katakan. Kami menghormati keyakinan semua orang. Para pemain punya kebiasaan menuruti kebiasan tersebut, jadi saya tak risau tentang hal tersebut. Semua akan beradaptasi."

Dua bersaudara dari Pantai Gading, Yaya Toure dan Kolo Toure, bahkan tampak punya pandangan berbeda akan Ramadan dan Piala Dunia saat ini. Kalau Toure masih membuka kemungkinan untuk berpuasa saat Piala Dunia, Yaya justru punya sikap berbeda. "Puasa? Sudahkah Anda melihat cuacanya? Aku akan mati."

Namun demikian, bahasan soal puasa atau tidak puasa untuk Toure bersaudara tersebut boleh berhenti sampai situ mengingat Pantai Gading sudah dipastikan tersingkir dari Piala Dunia sehingga para pemainnya pun tak lagi dituntut untuk bermain.

Nah, berbeda halnya dengan Mesut Oezil, penganut agama Islam di tim nasional Jerman yang akan berhadapan dengan Aljazair pada babak 16 besar. Bagaimana sikapnya?

"Ramadan dimulai hari Sabtu tapi aku tidak akan ambil bagian karena aku sedang bekerja," tegasnya dalam sebuah sesi konferensi pers pada tengah pekan yang dikutip Reuters.

Laga antara Oezil cs melawan Aljazair itu sendiri cukup terbilang menarik dari sisi bahasan berpuasa, mengingat timnas Aljazair dihuni oleh pemain-pemain Muslim. Untuk kasus seperti itu D'Hooghe pun menyarankan agar tim sebaiknya membuat keleluasaan.

"Jika saya bertanggung jawab atas pemain-pemain tersebut saya akan memanfaatkan pengecualian. Tentu saja saya punya rasa hormat besar terhadap keyakinan beragama seseorang, tapi dari sudut pandang medis, akan lebih baik untuk menjaga tubuh tidak dehidrasi," sarannya.

Komentar

Postingan Populer